Minggu, 21 Maret 2010

Program Indonesia Sebagai Kolam Susu

Program Indonesia Sebagai Kolam Susu 

Susu merupakan salah satu bahan makanan yang kaya akan protein dan sangat dibutuhkan balita untuk masa tumbuh kembang. Namun saat ini semua barang kebutuhan primer masyarakat mengalami perubahan harga yang sangat melonjak. ”BBM naik tinggi, susu tak terbeli ....anak balita kekurangan gizi....”.
Kebijakan pemerintah Indonesia untuk mengkolam-susukan Indonesia pada tahun 2015.

Kalau ditanya, apa saja kerjaan dokter hewan Indonesia? Pasti ratusan bahkan ribuan jawaban yang akan terlontar. Tetapi jika dibeberkan fakta bahwa:

a. Tahun 2005, menunjukkan produksi 550.000 ton susu sapi segar atau 30% dari kebutuhan bahan baku yang dipasok dari peternakan rakyat, dari total kebutuhan
nasional yang mencapai 1,850 juta ton. Berarti 1,300 juta ton kebutuhan bahan baku susu segar masih harus diimpor.(*)
b. Rendahnya produksi susu disebabkan pertumbuhan populasi sapi perah di Indonesia yang cenderung stagnan. Saat ini ada sekitar 330.000 ekor sapi perah Indonesia. Kurangnya upaya pembibitan sapi perah dengan seleksi bibit yang bagus sehingga populasi naik turun. Untuk memenuhi kebutuhan produksi susu segar, kebijakan untuk
membeli sapi dari luar negeri pun dilakukan. (*)
 
c. Meskipun pasokan susu segar dalam negeri jumlahnya masih rendah, harga susu
segar ditingkat peternak ternyata merupakan termurah di dunia, yaitu hanya Rp. 2.200/liter (22 sen USD). Bila dibandingkan dengan harga pasaran di luar negeri, susu segar sejenis di US sudah mencapai 34 sen USD atau Rp. 3.400/liter, dan yang termurah di Selandia Baru 28 sen USD/liter.(*)
 
d. Rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi susu sebagai bagian dari sumber gizi. Terbukti Indonesia merupakan sebuah negara yang tingkat konsumsi gizi terendah di dunia, kedua di Asia, yaitu yang hanya mengkonsumsi gizi 5,2 gram per kapita/hari. (*) 
Banyak sekali kendala sehingga Indonesia kekeringan akan sumber gizi dari susu. Hal yang dihadapi oleh peternak sapi perah antara lain:
1. Kualitas bibit yang masih rendah karena banyak bibit yang sudah tua sehingga perlu
adanya peremajaan bibit sapi perah.
 
2. Kualitas pakan yang masih rendah dan belum optimalnya penggunaan pakan lokal.
3. Penerapan teknologi yang belum merata di semua pihak. 
4. Susu segar merupakan bahan makanan yang mudah rusak, sehingga perlu penanganan yang cepat dan tepat.  
5. Kurangnya industri pengolah susu yang siap menampung susu dari peternak.
6. Harga pakan (konsentrat) yang masih cukup tinggi. 
7. Kurangnya pabrik pakan jadi (konsentrat) yang dapat menjamin ketersediaan pakan jadi secara kontinyu dan murah. 
Tetapi bagaimanapun juga, upaya untuk mencapai Indonesia swasembada sumber susu dari peternak sapi perah harus segera dimulai dari sekarang.
Cara yang paling mendasar untuk memulainya yaitu meningkatkan populasi sapi perah dengan segala teknologi yang sangat modern, melakukan pembibitan ternak sapi perah dengan seleksi bibit yang bagus, dan meningkatkan produktivitas ternak melalui perbaikan manajemen pengelolaan.

Sepertinya tugas dan tanggung jawab dokter hewan akan semakin bertambah. Jangan-jangan dunia veteriner tidak akan sempat istirahat karena kebijakan pemerintah Indonesia untuk mengkolam-susukan Indonesia pada tahun 2015.
Sanggupkah kita melipat-gandakan populasi sapi perah menjadi minimal 900.000 ekor agar Indonesia hanya mengimpor bahan baku susu 50% atau bahkan kurang dari kebutuhan nasional. Dan juga meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk gemar minum susu, setidaknya konsumsi masyarakat Indonesia meningkat, dari yang sebelumya hanya mengkonsusi 8 liter/kapita/tahun menjadi 30 liter/kapita/tahun seperti masyarakat di negara tetangga kita di Malaysia dan Thailand. 

Sumber : Koranpdhi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar